SOSIALISASI STBM DI DESA BUGO DARI PUSKESMAS WELAHAN 2

  • May 19, 2017
  • bugo

Banyak pertanyaan seputar STBM yang jawabannya masih simpang siur. Q&A (Questions and Answers) ini diambil dari berbagai kegiatan dan berbagai sumber, bertujuan untuk memberikan pengertian dasar bagi para pelaku/penggiat/pemerhati STBM terutama yang baru saja berkecimpung di program ini.

Kami membuka pintu akan segala masukan dan saran demi perkembangan dan perbaikan Q&A ini.

DASAR KONSEP

Apakah STBM itu?

STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.

STBM terdiri dari 5 pilar:

    1. Stop buang air besar sembarangan;
    2. Cuci tangan pakai sabun;
    3. Pengelolaan air minum/makanan rumah tangga;
    4. Pengelolaan sampah rumah tangga;
    5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga.

Program nasional STBM dikhususkan untuk skala rumah tangga, sehingga program ini adalah program yang berbasis masyarakat, dan tanpa memberikan subsidi sama sekali bagi rumah tangga.

Kata kunci untuk STBM:

  • sanitasi total
  • berbasis masyarakat
  • skala rumah tangga
  • metode pemicuan
  • monitoring partisipatif

Apakah STBM itu sebuah proyek?

Bukan. STBM adalah program nasional. Ada banyak proyek/donor/NGO yang melaksanakan program STBM.

Apakah beda proyek dan program?

Proyek:

    • Proyek pemerintah biasanya memiliki satu donor;
    • Memiliki batas waktu pelaksanaan/bersifat sementara dan non rutin;
    • Dilakukan oleh satu institusi/lembaga.

Program:

    • Memiliki waktu pelaksanaan relatif lebih panjang (sesuai dengan perencanaan pemerintah);
    • Tidak tergantung oleh satu donor;
    • Dilakukan oleh banyak pihak (proyek, donor, LSM/NGO, swasta, dll)dalam waktu bersamaan.

Proyek yang ikut melaksanakan STBM:

    • WSLIC2 (Water and Sanitation for Low Income Communities);
    • Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat);
    • CWSHP (Community Water Services and Health Project);
    • TSSM (Total Sanitation & Sanitation Marketing);
    • ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Project);
    • dll

Donor terkait:

    • World Bank;
    • Bill Gates Foundation;
    • Kedutaan Besar Kerajaan Belanda;
    • dll

Swasta:

    • Unilever;
    • PT Tanshia Consumer Products;
    • dll.

LSM/NGO/UN:

Apakah STBM dan CLTS sama?

STBM tidak sama dengan CLTS.

Apakah STBM adalah istilah bahasa Indonesia dari CLTS?

STBM bukan istilah bahasa Indonesia dari CLTS.

Apakah CLTS adalah pilar pertama STBM?

CLTS bukan pilar 1 STBM.

Pilar pertama STBM adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS).

Apakah perbedaan STBM dan CLTS?

STBM:

    • Singkatan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat;
    • Terdiri dari 5 pilar (Stop Buang Air Besar Sembarangan/ Stop BABS, Cuci Tangan Pakai Sabun/ CTPS, Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga/ PAM-RT, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga).

CLTS:

    • Singkatan dari Community Led Total Sanitation;
    • Sasaran CLTS hanya satu yaitu ODF (Open Defecation Free);

CLTS merupakan gerakan yang dipimpin oleh masyarakat, menggunakan metode pemicuan.

STBM menggunakan metode yang digunakan di CLTS, dengan materi yang berbeda.

Apakah pengertian total sanitasi / sanitasi total di CLTS sama dengan di STBM?

Tidak sama.

Di STBM, sanitasi total yang dimaksud  (sesuai Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM) adalah kondisi ketika suatu komunitas:

    • Tidak buang air besar (BAB) sembarangan;
    • Mencuci tangan pakai sabun;
    • Mengelola air minum dan makanan yang aman;
    • Mengelola sampah dengan benar;
    • Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

Di CLTS, sanitasi total yang dimaksud adalah terkait community-led. Artinya, semua komponen masyarakat terlibat dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasi.

Bagaimana STBM bisa didanai di daerah?

Ada berbagai sumber dana, diantaranya:

  • APBD
  • BOK
  • CSR
  • Proyek terkait (PNPM, Pamsimas, CWSHP, WSLIC-2)
  • LSM/NGO
  • dll

Bagaimana mengintegrasikan berbagai pelaku STBM di daerah?

Koordinasi di daerah ada di tangan Bappeda. Namun saat ini ada banyak keuntungan yang didapatkan jika yang melakukan koordinasi adalah Pokja AMPL daerah.

PEMICUAN

Apakah pemicuan di STBM sama dengan di CLTS?

Berbeda.

CLTS memicu menuju ODF.

STBM memicu menuju sanitasi total yaitu di 5 pilar sesuai Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM. Sanitasi total yang dimaksud adalah adalah kondisi ketika suatu komunitas:

    • Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.
    • Mencuci tangan pakai sabun.
    • Mengelola air minum dan makanan yang aman.
    • Mengelola sampah dengan benar.
    • Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

PILAR 1. STOP BABS

Apakah kondisi Stop BABS / ODF itu tiap rumah harus punya jamban?

Tidak harus.

Seseorang bisa Stop BABS tanpa memiliki jamban. Yang menjadi fokus adalah perubahan perilaku, bukan pembangunan sarana fisik.

Bagaimana konstruksi jamban di lokasi-lokasi sulit?

Kita sebagai fasilitator tidak membawa solusi untuk masyarakat. Masyarakat sendiri yang tahu solusinya.

Kata kunci jamban sehat adalah “AMAN”.

    1. Aman ketika tinja tidak mencemari sumber air;
    2. Aman ketika tinja tidak terjamah lalat (tertutup);
    3. Aman ketika orang yang menggunakan jamban itu tidak kejeblok/jatuh/terpeleset (konstruksi kuat);
    4. Aman ketika orang yang menggunakan tidak merasa khawatir diintip orang lain.

PILAR 2. CTPS

Adakah saran-saran / fakta terkait Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang jarang diketahui?

Ada beberapa:

    • Sabun dalam CTPS berfungsi bukan untuk mematikan kuman, namun untuk melarutkan/melunturkan kuman yang ada di tangan sehingga dapat digelontor oleh air.(Sumber: Artikel CTPS 1);
    • Ketika mencuci tangan di tempat umum, keringkan tangan dengan tisu /sapu tangan /lap bersih, hindari mesin hand drier karena biasanya jarang dibersihkan sehingga mengandung kuman. (Sumber: Artikel CTPS 2)

Beberapa pertanyaan berikut diambil dari situs Dinkes Jabar.

Apa saja keuntungan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)?

Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di Negara-Negara berkembang.

Anak-anak yang tumbuh di daerah miskin berisiko meninggal 10 kali lebih besar dari pada mereka yang tinggal di daerah kaya.

Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, dan praktik CTPS dapat mencegah 1 juta kematian tersebut di atas.

Praktik CTPS setelah ke jamban atau menceboki anak, dan sebelum menjamah makanan dapat menurunkan hampir separuh kasus diare, dan sekitar seperempat kasus ISPA. Paraktik CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata, dan orang dengan HIV/AIDS.

Mengapa tidak cukup hanya dengan mencuci tangan saja?

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.

Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi.

Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang di peroleh setelah menggunakan sabun.

Kapan waktu terpenting seseorang harus melakukan CTPS?

Di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting:

    1. Setelah buang air besar (BAB);
    2. Setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB);
    3. Sebelum menyiapkan makanan;
    4. Sebelum makan;
    5. Setelah memegang/menyentuh hewan.

Bagaimana cara CTPS yang benar?

Praktik CTPS yang benar memerlukan sabun dan sedikit air mengalir.

Air mengalir dari kran bukan keharusan yang penting air mengalir dari sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng, ember tinggi, gentong, jerigen atau gayung.

Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak maupun punggungnya, terutama di bawah kuku minimal 20 detik. Bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan air bersih atau kain, kibas-kibaskan di udara.

Cara termudah untuk waktu 20 detik adalah mencari lagu favorit anak yang dapat dinyanyikan dalam 20 detik. Misalnya lagu “Happy Birthday” dinyanyikan 2 kali.

Apakah sabun anti bakteri lebih baik dalam memutuskan rantai penyebab penyakit dari pada sabun biasa?

Dengan penggunaan yang tepat, semua jenis sabun efektif dalam membantu melunturkan kotoran/kuman (penyebab diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dari tangan.

Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki akses terhadap sabun?

Ketiadaan sabun bukan suatu penghalang praktik CTPS di rumah. Hasil penelitian menunjukkan sabun telah dapat di jangkau oleh lebih dari 90% rumah tangga di Indonesia.

Masalahnya tidak semua menggunakan sabun tersebut untuk mencuci tangan. Mencuci pakaian, mandi dan mencuci peralatan makan merupakan prioritas utama pengguna sabun rumah tangga.

Dapatkah CTPS diterapkan untuk membuat perubahan pada daerah kumuh terkontaminasi?

Ya, sebuah penelitian di Karachi, Pakistan, menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah kumuh terkontaminasi, yang mendapatkan pemahaman pentingnya CTPS, 50% lebih sedikit terkena diare atau pneumonia daripada mereka yang tidak mendapatkan pemahaman CTPS.

Jika seseorang telah paham pentingnya CTPS, apakah mereka otomatis mempraktikkannya?

Tidak, kenyataan yang menunjukakn bahwa pengenalan pentingnya CTPS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 80-an, namun survey perilaku CTPS di Indonesia terhadap 5 waktu penting CTPS menunjukkan hasil yang sangat rendah yaitu:

    • 12% setelah ke jamban;
    • 9% setelah menceboki anak;
    • 14% sebelum makan;
    • 7% sebelum memberi makan anak; dan hanya
    • 6% sebelum menyiapkan makan.

Penyampaian pesan harus dilakukan berulang kali agar pemahaman dapat saja sejalan dengan praktik perilaku tersebut.

Apakah masalah kurangnya praktik CTPS hanya dihadapi di negara-negara berkembang?

Tidak.

Negara-negara maju pun yang ketersediaan sabun dan air mengalir bukan suatu masalah juga sering lupa mempraktikkan CTPS ini.

Bagaimana Anda mengubah kebiasaan orang lain?

Para praktisi di bidang kebersihan, air dan sanitasi, serta produsen sabun telah banyak mempelajari hal yang berfungsi baik dan hal yang tidak berfungsi baik dalam mengubah kebiasaan dan perilaku.

Yang tidak berfungsi baik adalah pelaksanaan sebatas top-down, solusi teknologi, maupun kampanye dengan komunikasi satu arah untuk penyampaian pesan-pesan edukasi kesehatan.

Yang berfungsi baik adalah pendekatan social marketing.

Pendekatan baru ini menekankan pada kajian mendalam tentang ketertarikan, kebutuhan, dan motivasi berbagai pihak di masyarakat. Pendekatan ini juga menggunakan berbagai jenis media massa maupun komunikasi interpersonal untuk menjangkau kelompok sasarannya, dan melibatkan masyarakat secara aktif.

Apakah itu kemitraan pemerintah swasta untuk cuci tangan pakai sabun (KPS-CTPS)?

KPS-CTPS adalah kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan yang berkomitmen pada peningkatan praktik CTPS di Indonesia.

Dikukuhkan pada tahun 2007, KPS-CTPS di Indonesia saat ini memiliki Core Group yang terdiri dari Kementrian Kesehatan RI, Bappenas, USAID, WSP, Unicef, Unilever, WFP dan Reckitt Benckiser.

Tujuan KPS-CTSP adalah untuk mempercepat proses penyampaian pesan CTPS keseluruh wilayah tanah air dalam rangka mendukung pemerintah untuk menurunkan pneumonia dan penyakit menular langsung lainnya, melalui mekanisme kemitraan.

Siapakah yang menjadi kelompok sasaran utama perubahan perilaku CTPS?

Di Indonesia, kelompok sasaran utama CTPS adalah para ibu yang memiliki balita atau para pengasuh pengganti ibu seperti nenek, tante, baby sitter maupun pembantu.

Anak sekolah, suami maupun ayah adalah kelompok sekunder yang tidak kalah pentingnya dalam keberhasilan penyampaian pesan CTPS.

Siapa saja yang dapat membantu mempromosikan praktik CTPS?

Setiap orang dapat membantu mempromosikan CTPS.

Komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan dan menjalin kerjasama dengan, legislatif, lembaga swadaya masyarakat, media, pemimpin agama, kelompok masyarakat, sekolah, dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam kegiatan mempromosikan CTPS.